Cody Love Story – It’s More Than Love (13)

cody love story - it's more than love - cover
cody love story – it’s more than love – cover
  • Nama author : Ruri Alifia Ramadhani –> @rurimadanii
  • Main cast : Cody Simpson, Billy Unger, Kylie Jenner, Alli Simpson
  • Title : Cody Simpson Love Story-It’s More Than Love
  • Rating : T
  • Genre : Romance, Action

haihaai 😀 postingan kedua buat minggu ini ! cuma mau ngasih tau aja.. mungkin untuk part selnjutnya bakalan telat updatenya.__. dikarenakan berbagai hal. soalnya aku masih on the way ngerjain GLS, cerpen sama esai. dan ituu, sepertinya akan memakan waktu 1 bulan.__. jadi maaf yah kalo part 14-nya ntaar updatenya lama.

ohyaa, hmm.. sepertinya aku nemu banyaak SILENT READERS di CLS-ku ini. okeh, nggak papalah. aku maklum. cerita ini emang belum bagus. tapi apa sih salahnya kalian yang baca buat ngomen atau kritik? nggak perlu di sini, mention ke twitterku aja cukup. aku butuh banget sama yg namanya kritik! nggak usah dipuji-pun nggak papa. karena menurutku KRITIK lebih valuable daripada PUJIAN. sampe envy sendiri gitu liat author lain yg dapet banyak komen. padahal dulu tulisannya abaaaaaal banget, sedangkan sekarang.. garagara banyak yg komen+respek sama ceritanya, tulisan si author itu jadi keren. sampe menangin kompetisi nulis FF juara 1. yaampun, beneran. envy!

yaudah-lah, cukup segini curhatannya. pasrah aja deh, kalian mau ngomen apa nggak. setidaknya, aku masih punya beberapa readers setia yg selalu ngritik aku. masih mending kan punya beberapa ketimbang nggak sama sekali ? *oke, ini m-e-r-a-n-a*

HAPPY READING 😉

 

 

PART XIII

 

“Stevan? You there?”

“Yeah, in her house. But..”

“But?”

“..I can’t find it.”

“She uses it everyday!”

“What? You don’t mention it to me!”

“Shit. Is he there too?”

“…”

“Stevan?”

“Yes. He is already here.”

—SKIP—

“Don’t hurt me, go away from me, plea-aseeeee. AAAAAA”

 

BRAKBRAK

 

Pintu ruangan gudang rumah Lalak didobrak paksa. Membuat pintu terbuka dan melampirkan seorang lelaki yang kini nampak terengah-engah dengan gurat kecemasan teramat di wajahnya. Kecemasan dan kegelisahan akan keselamatan seorang gadis yang terbayang dalam larinya. Keselamatan seorang gadis yang kini tertutupi oleh sosok laki-laki sangar di hadapannya. Mencipta pemandangan buruk yang tak pernah ingin dilihatnya.

Detik itu juga, lelaki tersebut merasa jantungnya berhenti berdegup. Mencekatkan saluran pernafasannya. Membelalakkan matanya lebar. Dan menyentakkan sesuatu tajam pada syarafnya himgga membuatnya terhenyak diliputi penyesalan yang teramat. Untuk sepersekian detik, mata samudranya menatap tak percaya keadaan di ruangan itu. Bercak darah nampak tertempel pada kain baju terkoyak-milik seseorang yang ia kenal. Dan di sudut ruangan tersebut.. Seorang laki-laki membawa pisau dengan tubuh membelakanginya dan tangan besar yang siap untuk menarik pakaian yang dikenakan gadis yang ditutupinya.

 

BOOOG!

 

Segera, tanpa buang waktu Cody berlari ke arah lelaki tersebut dengan melayangkan tinju yang amat bertenaga di wajahnya. Membuat laki-laki itu tersungkur paksa ke samping hingga menampakkan gadis yang ia tutupi. Serta mengakibatkan terlepasnya pisau dengan ujung berdarah yang digenggamnya.

Gadis itu.. Gadis itu amatlah buruk keadaannya sekarang. Tidak, ia tak tega mendeskripsikannya. Melihatnya saja sukses membuat hatinya nyeri dan meningkatkan perasaan bersalahnya pada gadis itu.

Amarah meraupi tubuh lelaki itu penuh. Segera, Cody berjalan lebar menuju orang yang masih tersungkur di sampingnya lalu menjotosnya lagi dengan luapan emosi yang tak dapat ia kendalikan. Menyebabkan Laki-laki itu terhuyung ke belakang hingga posisinya memepet pada tembok. Laki-laki berpakaian hitam tersebut mencoba membalas perlakuan Cody, tapi tak bisa. Lelaki di hadapannya itu terus-menerus menghujaminya dengan pukulan-pukulan penuh tenaga dan emosi yang melemahkan kekuatannya. Hingga ia merasa tak kuat untuk berdiri lagi. Hingga lalu ada seseorang yang mencengkram kedua bahu Cody dan menarik lelaki itu menjauh objek pelampiasan emosinya.

“Stevan?!” Pekik Cody tercengang melihat seseorang yang menariknya. Ialah Stevan-bodyguard dari management artisnya. Cody baru sadar bahwa orang yang kini terduduk lemas kehilangan tenaga pada dinding itu memiliki tipe wajah yang sama dengan orang lelaki sangar di depannya. Dan ia ingat.. Ternyata laki-laki itulah yang ia temui di dekat halte bus sekolah. “What the heck are you doing?” Tanyanya kasar masih dengan letupan emosi di sekujur tubuhnya. Cody menepis cepat tangan Stevan dan menantangnya lewat sorot mata.

“Mister.. I have no instruction to tell about it to you. I’m sorry.” Ucap laki-laki itu seraya beranjak membantu kawan lebamnya berdiri. Berniat beranjak dari tempat itu. Cody hanya menyeringai menanggapi sembari mengesat keringat dan mengatur nafasnya yang masih memburu. Tepat saat ketika mereka berdua berada di ambang pintu, lelaki pirang itu bertanya.. Menanyakan pertanyaan yang membuat Stevan memberhentikan langkahnya.

“Is that Matt?” Tapi Stevan hanya mendengar pertanyaan itu tanpa memberi respon apapun. Lak-laki itu tak menolehkan kepalanya sama sekali pada si penanya. Hening sesaat. Tetapi kemudian ia berlalu cepat dari ruangan itu. Meninggalkan pertanyaan yang berkecamuk seru pada benak Cody.

“Akhh..” Ringis seseorang dari sudut ruangan. Gadis itu. Lalak. Ya Tuhan, mengapa kondisi gadis ini buruk sekali? Sangat berbeda dengan gadis manis yang ditemuinya setengah jam yang lalu. Kali ini Cody benar-benar merasa seperti pecundang. Tidak, ia memang pecundang.

Buru-buru ia beringsut ke arah Lalak dan mendapati tetesan darah keluar dari pergelangan tangannya bagian atas. Dengan cepat Cody ambil secarik kain pendek di atas lantai dan mengikatkannya erat pada pergelangan tangan mungil itu. Kini baju gadis itu tak berlengan. Robekan paksa terlihat pada ujung bajunya. Tubuhnya bergetar hebat. Kaki-tangannya memerah. Di sudut bibirnya terdapat darah segar yang mengalir pelan. Pipinya membiru. Peluh membanjiri dahi dan lehernya. Rambut ikalnya tergurai sangat kacau, pertanda bahwa.. Sial! Apa saja yang telah dilakukan seseorang itu pada gadis rapuh di hadapannya ini? Sebegitu telatkah Cody hingga Lalak menjadi seperti ini?

Cody buka kemaja birunya cepat dan menyampirkan pakaiannya menutupi tubuh Lalak. Tak mau meneliti lebih jauh lagi, ia ambil posisi di samping gadis itu tepat di sudut tembok dengan membuka lebar kedua kaki dan tangannya. Lalu ia menarik Lalak menghambur dalam pelukan hangatnya. Pelukan menenangkannya. Pelukan nyamannya. Detik itu juga Cody bisa merasakan kegetaran hebat tubuh mungil itu. Perlakuannya untuk melampiaskan ketakutan yang kini menderanya hebat. Membuat seseorang yang memeluknya benar-benar merasamenjadi pecundang sejati. “Sstt. I’m here. It’s alright. I’m with you now.” Ucap Cody menenangkan tepat pada telinga gadis itu. Ia merengkuh erat gadis di sampingnya. Ia ingin segera menghilangkan getir ketakutan itu. Ia ingin segera menyamankan gadis bermata hitam ini. Ia ingin segera membawa cahaya dalam kegelapannya. Ia ingin segera mengakhiri permianan gila ini. Permainan yang membuat..

 

DEG

 

Fantasinya buyar sketika. Mendadak jantung lelaki itu berdegup.. Bukan degupan biasa, melainkan degupan keterkejutan hingga kecepatannya sangat bisa ia rasakan. Bahkan mungkin gadis dalam rangkulannya dapat mendengar detakan itu. Gadis ini.. Gadis yang selalu ingin ia lindungi. Gadis yang menggalaukan hari-harinya. Gadis yang membuatnya kian memiliki kesalahan berlipat ini..

 

Memeluknya kembali.

 

Satu-satunya kenyataan yang amat membuat hati lelaki itu kegirangan di saat genting seperti sekarang. Inilah kali pertama gadis berambut ikal itu memeluknya.. Mencengkram t-shirt belakangnya.. Meskipun Cody bisa merasakan bahwa cengkramannya terlampau erat dan masih bergetar. Bukti bahwa gadis ini tengah mengalami keterjutan, ketakutan dan trauma yang berlebih.

“Sstt. Calm down. I’m already here. I’ll stay here. They’ve gone. I’m with you now. Ssstt.” Ucapnya menenangkan di sela-sela sesenggukan Lalak. Kini, gadis itu mengalami titik terendahnya. Bayang-bayang orang yang tak ia kenal tadi masih berkelebat dalam fikirannya. Ditambah dengan perlakuan laki-laki itu padanya. Membangkitkan puing kecil ingatan tentang trauma masa lalu. Sekarang, ia tak bisa berfikir jernih. Ia masih takut, kecewa, gelisah dan risau akan kejadian yang baru saja terjadi. Ia meratapi nasib buruknya dengan menangis tuk mengeluarkan semua emosinya. Emosi karena teraniayanya tubuh, jiwa dan fikiran gadis itu.

Setidaknya, kehadiran Cody membuat rasa perih itu sedikit menghilang dari hati gadis asia itu. Tidak, kehadiran Cody benar-benar suatu keajaiban besar bagi Lalak. Karena tanpa Cody, mungkin dirinya telah.. “I’m sorry for not come in the right time. I’m such a loser. I’m a really-really great loser. I’m sorry. I’m very regretting about it. I’m really-relly sorry.” Ujarnya saat dagu Cody menindih ubun-ubun Lalak lembut. Kalimat yang ia lontarkan dengan penuh perasaan sesal. Sesal karena seharusnya tadi ia mengantar Lalak. Seharusnya tadi ia lebih mengawasi Lalak. Seharusnya tadi ia dapat mencegah hal ini terjadi. Memang benar, penyesalan selalu datang di belakang.

 

Tapi penyesalan selalu membuat kita belajar, seperti apa yang kini dirasakan Cody.

 

Kemudian lelaki itu menambahkan, “I promise, it will be the last of your misery. The ever last. From now on, my eyes will never stop watching you. I will protect you. I will kick that insecure. I will light that darkness. I will always be safe you. Just trust me.. And everything gonna be alright. I promise, Lak..” Ujarnya berikrar masih dengan mendekapkan gadis itu. Ia benar-benar tulus mengatakannya. Dan ia benar-benar berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga seseorang penting dalam hidupnya ini. Ia ingat, ini kesempatan kedua yang tak boleh disia-siakannya. Kesempatan kedua yang harus dimanfaatkan dengan amat baik. Kesempatan kedua untuk membuat gadis bermanik hitam ini bahagia.

Cengkraman tangan Lalak mengendur. Kini ia merasa aman dan nyaman dalam rengkuhan seseorang yang ia damba. Seseorang yang ia inginkan. Seseorang yang.. ia cintai. Sepertinya gadis itu teralu lelah untuk bisa menangkap ritme suara penyesalan dan kekukuhan Cody. Ia hanya mendengar itu sebagai satu-satunya hal yang sanggup membuatnya merasa memilik secercah harapan pada hari-hari esoknya. Kalimat yang membuat hatinya berbunga di saat genting seperti ini.

Detik itu juga, tenaganya telah terkuras habis dan gadis ikal itu merasakan kepenatan menyerang dirinya. Melemaskan otot-ototnya. Merenggakan pelukannya. Menghilangkan tangisnya. Hingga kelopak mata bundar itu terpejam perlahan. Tepat saat gelap mengisi penuh penglihatannya, samar-samar ia mendengar seseorang berbisik.. “I love you.” Dan gadis itu merasakan kecupan hangat menenangkan mendarat di dahinya.

 

Lalu ia tak ingat apa-apa lagi.

 

—SKIP—

“How was your night?”

“Totally failed.”

“How can?”

“He went to save her.”

“How is the thing?”

“I don’t get it.”

“Good, Stevan. That was pretty good.”

“I’m sor-”

“You fired.”

 

 —SKIP—

Cody merebahkan pelan seorang gadis yang digendongnya di atas ranjang putih empuk di suatu kamar perempuan. Dengan sesirat ketenangan dan kecemasan yang masih bercampur aduk dalam hatinya. Aneh. Menurutnya, bobot gadis ini terlampau lebih ringan bila dibandingkan dengan minggu lalu ketika ia pertama kali mengangkatnya. Sangat gelisahkah hati gadis ini hingga ia melupakan jam-jam makannya? Sesaat fikirannya melayang ke minggu lalu.. Ketika ia pertama kali mendapati gadis di hadapannya menangis.. Serta audisi drama itu..

Lalu lelaki itu tersenyum samar. That was such a sweet memories for him. Tapi tiga detik kemudian, senyum itu lenyap. Tergantikan oleh kerisauan yang terpancar kuat dari raut mukanya. Kemeja masih tersampir hangat membungkus tubuh mungil gadis asia ini. Benar-benar tak disangka.. Lalak yang ceria tiga puluh menit yang lalu.. Kini berubah menjadi seorang gadis yang nampak menyedihkan dengan segala pelecehan yang baru saja dialaminya. Penyesalan berlipat terus ia rasakan melihat kondisi buruk gadis yang baru saja teraniaya ini.

Coba ia datang lebih dulu, pasti kondisi tak akan buruk seperti ini. Coba ia mengantar gadis ini pulang dan menungguinya hingga tante datang, pasti kedua penjahat itu tak berani menyentuh Lalak dan hal ini tak akan terjadi. Coba…

“Cody..” Gumam gadis yang kini tengah tertidur dengan nada gelisah. Membuat Cody tersadar akan lamunannya. Refleks bola matanya memandang gadis itu. Buru-buru ia tarik selimut ranjang tuk menghangatkannya. Lalu ia kembali duduk di sisi tempat tidur. Ajaib. Manik biru lautnya bak terpaku akan wajah manis dengan segala kepenatan dan kegelisahan yang tergambar jelas pada raut itu. Lelaki yang kini memandang gadis itu lekat seakan sanggup untuk menatap gadis di hadapannya tanpa kenal waktu. Hingga ia nyaris tak rela untuk berkedip. Such an angel face that always made him happy just by looking on her face.

Saat hendak mengambil minum, lelaki itu beranjak berdiri tetapi kemudian langkahnya terhenti karena jemarinya tiba-tiba digamit lembut oleh gadis yang tengah tertidur ini. Tepat saat lelaki pirang itu menolehkan kepalanya, gadis itu menggigau.. “Cody..” dengan mata yang masih terpejam dan keresahan yang terdengar lebih kental dari suara sebelumnya. Seketika Cody tersenyum. Entah mengapa mengetahui bahwa yang ada di fikiran gadis ini ketika tidur adalah dirinya sendiri, membuat perasaan hangat menjalar cepat meraupi kekacauan hatinya. Sedikit demi sedikit, tak bisa dielakkan bahwa fikirannya menjadi lebih ringan diiringi dengan kelegaan yang ia rasa.

Buru-buru Cody duduk di sisi kasur, menggamit jemari gadis di sampingnya erat sedangkan tangan kirinya mengusap dahi gadis itu lembut sambil bergumam.. “Yeah? It’s okay, Lak. I’m here. I’m with you. Don’t worry anymore. I’ll protect you from now on. Sleep tightly, girl.”

 

KRIIET

 

Selekas mengucap kalimat menenangkan itu, sayup-sayup Cody mendengar pintu depan dibuka perlahan diiringi dengan suara yang tak terlalu terdengar jelas olehnya. Tepat saat ia menghadapkan kepala ke arah pintu, ia mendapati seorang wanita asia setengah baya dengan style America pada fashion taste-nya. Seorang wanita yang samar-samar pernah Cody temui-dulu.

“What’s happening he-..” seru wanita itu dengan nada tak percaya. Kalimatnya terputus seketika ia mendapati ada seorang lelaki yang duduk di sisi ranjang keponaannya. Tuk memberi kesan sopan, Cody berdiri tegas dari tempatnya dan menyapa wanita muda itu pelan..

“Good evening ma’am.” Ucapnya mengundang tatapan nanar dari tante gadis di sampingnya.

“You?” Pekik wanita itu terkejut. Matanya mendelik lebar menangkap kejadian yang terpapar di hadapannya. Maniknya bergantian menatap Lalak yang terpejam dan Cody dengan raut babak belurnya. “You! What are you doin? Oh my..” Seruan wanita itu terputus saat melihat keadaan keponakannya lebih jelas setelah mendekat ke ranjang. “What’s going on with her? Oh my.. I never seen her like this..” Lontarnya masih dengan ketercengangan mendapati kondisi buruk seorang gadis yang menemaninya selama kurang lebih tiga tahun ini. Benaknya terbayangi oleh tragedi buruk yang baru saja diterima oleh keponakannya. “You.. You touch her?” Tanya wanita itu dengan air muka mirisnya. Ia benar-benar terkejut sekaligus marah. Ditambah dengan bertumpuk pemikiran lain dalam otaknya hingga membuatnya tak bisa berfikir jernih.

“I.. I’m sorry ma’am.” Ucapnya putus asa dengan penyesalan yang terpancar kuat dari raut wajahnya. Membuat wanita di hadapannya menganga lebar, selebar bola matanya yang membesar. Pemikiran negatif mengembang cepat dalam akal sehatnya. Tidak, akalnya tidak terlalu sehat. Setumpuk pekerjaan membuat benaknya sangat penat dan kini harus ditambah dengan situasi mengejutkan yang bahkan dirinya saja belum tahu apa penyebabnya.

 

PLAK!

 

Dan tamparan kuat itu mengenai pipi Cody yang sebelumnya masih terlihat ungu. Cody membenarkan persepsinya. Kiranya wanita berambut hitam di hadapannya ini telah salah menyangka. “Don’t you realize that you are the only one that made her feel misery? Sadness? Afraidness? You.. YOU! What kind of guy are you? You’re just another dark murderer behind your big name! She’s just a fragile girl! A lovely girl! Care girl! Kind girl! Tough girl! And she has built her own motivation alone! She can pass all bad moments without no one! But you.. Your irresponsible? Oh my gosh..”

“I-I can expla-” Cody coba membantah. Tetapi amarah telah meraupi wanita setengah baya di hadapannya hingga apapun yang dilakukan lelaki itu nampak salah di mata batinnya.

“Get out of here. I don’t need it. It seems so clear. Don’t be brave to take a place beside her, again, Cody Robert Simpson.” Potongnya mengancam. Seketika, Cody terpaku. Ia kehabisan kata. Semua yang dikatakan oleh tante gadis di hadapannya benar-benar membuat fikiran lelaki itu terhenyak. Seakan menusuk catatan buruk yang akan selalu terngiang dalam benaknya. Membuat batin Cody bertanya-tanya.. Apa ia pantas berada di samping gadis ini?

“Good night, Ma’am. Sorry for messed up your night.”

 

 

—SKIP—

 

“Cody? You there?”

“Yea.”

“What are you doing with Lalak? I’ve warned you, Co.”

“Nothing. As usual.”

“What do you mean? No-I mean, she didn’t receive my call. Did her phone break?”

“Maybe..”

“Did something happen with-”

“She almost.. Lost her virgin.”

“WHAT?”

 

—SKIP—

 

“Lak? Lak? Are you alright? Can you open your eyes? Can you hear me?” sayup-sayup gadis berambut ikal yang masih tidur itu mendengar suara khawatir seseorang. Suara seseorang yang hadir dalam mimpinya. Seseorang.. Lelaki pirang itu..

“Cody..” Ujarnya lirih membuka kelopak matanya perlahan. Cahaya terang neon kamarnya membuat gadis itu mengerjap beberapa kali dan terhenyak sesaat. Tepat saat adik ibunya mengucap banyak kata yang masih belum terdengar jelas lewat gendang telinganya. Disusul dengan perlakuan khawatir lain dari tantenya dengan tujuan tuk mengetahui apa keponakannya baik-baik saja.

“..Oh my gosh! what did happen to you, hun? I should be homey early today. My sweet Lord..” Ucap tantenya yang baru jelas didengar olehnya seraya membantu Lalak duduk  Tak lama kemudian, tantenya kembali berceloteh.. “I never seen you like this before. You’re so mess! Take off this shirt! You are not deserving to wear it.”

“Auntie?” Akhir kalimat yang membuat kesadaran Lalak berangsur pulih. Kemudian Tante gadis itu membantu Lalak melepaskan kemeja biru yang ia kenakan. Kemeja bau khas seseorang yang tiba-tiba terkelebat dalam fikirannya.

“My sweet nephew.. Hoh! Why are you sleeveless?” Tanya tantenya tercengang mendapati lengan baju Lalak yang nampak dirobek paksa. Ditambah dengan tangan Lalak yang terbebat kain bajunya. Membuat rona-rona merah dari bahu hingga telapaknya terlihat jelas. “Oh my goosh! How was everything going til you be like this? What the heck that the fool did to you?”

‘The fool?’ Sontak Lalak sadar sepenuhnya. Rekaman kejadian buruk yang baru saja ia alami terlintas cepat dalam benaknya.. Kedua orang hitam itu, perlakuan buruknya, Cody.. Cody! Dimana ia sekarang? “Cody? No! Cody? Where is him?” Tanya gadis yang masih lemah itu panik.

“You don’t need to search a fool who makes you be like this, Lalak..” Jawab tantenya yang kian membuat gadis itu belingsatan. Tidak, ia harus mencari Cody sekarang.

“NO! you don’t understand everything!” Ucapnya cepat sembari beranjak dari tenpat tidurnya dan mengenakan kembali kemeja biru Cody yang terkulai lemas di atas lantai. Kepala Lalak masih terasa pening. Namun kini, yang terpenting ia harus menemui lelaki pirang itu dahulu. Harus.

“You didn’t realize that the fool-”

“Stop calling him like that, auntie.. He’s not a fool. He’s more honor than a fool. He’s hero. He’s such a hero for me. Please. Don’t be like this. You just don’t undertand anything..” Ucapnya panjang lebar menyela tantenya tepat saat ia akan melangkahkan kaki keluar di ambang pintu. Dengan manik yang tiba-tiba meneteskan air mata. Kemudian keponakan tersayangnya berlalu. Meninggalkan wanita setengah baya yang masih terpaku akan kata-kata gadis itu. Ia tak bisa berbuat banyak. Sama seperti sekarang. Ia hanya bisa membiarkan Lalak pergi dengan selipan rasa perih akan masa lalu yang mendadak menyayat hatinya tajam.

 

“You are the one who didn’t understand everything, my dear..”

 

—SKIP—

 

“Aren’t those things weird?”

“What do you mean?”

“She almost injured by a lizard kid two times, almost kidnapped, succesly injured by pot-hitting, got badly persecuted.. Do you think those are happening by only coincidences?”

“I’m still thinking about it..”

“And you said that, he was the same person you met in school bus halte-”

“Billy, I think I got a few part of this puzzles…”

 

 —SKIP—

 

“Co-dy?” Tanya Alli tercengang ketika kakak laki-lakinya membuka pintu mobil dengan muka babak belur dengan hanya mengenakan t-shirt putih serta gantungan syal yang tak rapi seperti pergi tadi. Alli tak habis fikir dengan apa yang telah menimpa abangnya ini. Di samping rutinitas pekerjaannya yang padat, ia tak sanggup berimajinasi tinggi akan apa yang telah terjadi dengan lelaki yang kini memasang sabuk pengaman di sampingnya.

“Let’s go home, Alli.” Ucap Cody tanpa melempar pandangan ke depan setelah beberapa detik keadaan mereka diselimuti keheningan. Alli menggeleng cepat, lalu mulai menjalankan mobil.

“Co-you need explain everything to me. Every-thing, Cody.” Paksa Alli dengan menolehkan kepalanya saat mengakhiri kalimatnya.

“Euhm.” Jawab Cody datar sembari melemaskan kepalanya pada sandaran kursi. Beberapa detik kemudian, lelaki pirang itu merasa kecepatan mobil melamban. Melalui ekor matanya, Cody melihat Alli tengah memajukan kepala tuk melihat lebih jelas pantulan bayangan di kaca spion. Apapun yang dilihat adiknya, Cody sekarang benar-benar tak peduli. Ia hanya perlu isitirahat untuk mengembalikan staminanya. Ia hanya perlu ketenangan untuk memikirkan segala yang telah terjadi. Ia hanya butuh gadis itu.. Gadis itu?

“Cody..” Panggil Alli lirih masih dengan fokus mata pada spion mobil. Yang empunya nama tak menjawab. Ia malah memijit-mijit batang hidung atasnya untuk meringankan kepusingannya akan masalah yang mendera. “..Cody.” Ucap Alli lebih jelas tuk memerintahkan abangnya melihat dirinya.

Lelaki yang masih terbebani akan kejadian hari ini akhirnya merasa terganggu dan dengan cepat menjawab. “What else?” ucapnya sebal mengarahkan pandangan pada pengemudi wanita itu.

“Lalak..” Lapor Alli tegas menatap mata Cody. Detik itu juga, lelaki itu tolehkan kepala ke kaca spion dan mendapati kelemasan yang kian ia rasakan pada tubuh tegapnya. Sesaat, Alli bisa menangkap sorot kekhawatiran pada manik samudra itu. Tapi kemudian, Cody kembali menyandarkan kepalanya ke kursi, menghembuskan nafas besar lalu bergumam..

“Let her go.” Sebuah rangkaian kata yang membuat perempuan muda di sampingnya sedikit terkejut. Ia fikir Cody tidak akan mengatakan hal ini. Tapi.. Mengapa?

“Cody, she runs faster to us..” Ucap Alli meyakinkan Cody untuk menimbang kembali keputusannya.

“Let her go.” Jawab abangnya lagi.

“Cody, she’s still-”

“Just let her go! Trample the gas strongly if you want she stops doing that thing!” Bentaknya menatap mata biru Alli. Untuk kali ini, Cody benar-benar penat akan apa yang ia rasakan. Ingin rasanya ia lari dari semua ini dan kembali mengulang sesuatu yang baru. Tapi jelasnya, ia tak bisa. Sebuah kekecewaan akan kenyataan bahwa ia ‘pecundang’ mulai terngiang dalam fikirannya. Tragedi di rumah gadis itu.. Lontaran kalimat pedas tante gadis itu..

“You don’t need to be like this..” Balas Alli dengan sedikit menyentak. Saat kalimatnya berakhir, gadis itu menginjak gas kuat-kuat. Menyebabkan kecepatannya yang melamban naik drastis seketika. Saat itu juga batin Alli bertanya-tanya.. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kedua pemuda dan pemudi yang menurutnya telah berbaikan ini?

Di sisi lain, seseorang yang kini masih berlari menuju mobil hitam SUV Lamborghini milik perempuan yang ia kenal tiba-tiba terjatuh. Kedua kakinya kian melemah karena tenaga yang terkuras habis ditambah dengan telanjangnya kaki gadis itu. Tanpa alas tanpa hias. Kenaikan lantai yang tidak ia ketahui membuat gadis itu terjerembap ke depan. Melecetkan lututnya dan membuat dagunya berdarah.

Ia kembali duduk dan berdoa dalam hati, agar mobil hitam itu berhenti dan bergerak mundur ke arahnya, tapi nihil. Alat kendaraan beroda empat itu malah menaikkan kecepatannya meninggalkan gadis itu sendirian dalam hembusan angin malam musim gugur yang tak pelak, membuat dirinya semakin sadar akan kesalahannya.

“Cody.. I even didn’t say anything to you. How annoy.. how bother.. how arrogant I am..” Ucapnya lirih diiringi dengan bulir air mata yang mengalir dari kedua kelopak matanya yang kian sayu. Tubuhnya memang sakit dengan segala memar yang masih jelas terlihat. Dilengkapi dengan darah segar yang mengalir lembut dari dagu dan lututnya. Tapi hatinya.. hatinya lebih sakit mengatahui bahwa dirinya bersalah pada lelaki pirang itu. Lelaki di dalam mobil hitam yang keberadaannya kini telah hilang ditelan purnama malam.

 

—SKIP—

 

TEET TEET TEET

 

Bel masuk tanda pelajaran pertama dimulai berbunyi. Seorang gadis asia yang baru ssja keluar dari lift lantai dua berjalan gontai di lorong “SCIENCE.” Jalannya tampak sedikit pincang. Kondisi gadis itu terlihat buruk. Dengan rona-rona merah yang menghiasi wajah manisnya dilengkapi dengan hansaplast kuning yang tertempel mendatar di dagunya. Mungkin murid-murid lain yang melihat tak menyangka bahwa di balik balutan blouse putih lengan panjangnya dengan rok midi kuning sebagai bawahan, terdapat memar dan kelecetan lain yang masih membuat tubuhnya belum pulih seperti semula.

Gadis itu berjalan lemas menyusuri koridor yang kini penuh dengan siswa-siswi berseliweran. Semua terlihat sibuk bergegas ke kelas masing-masing. Tapi tidak dengannya. Ia berjalan di tengah keramaian pagi dengan pandangan ke bawah dan ingatannya akan kejadian kemarin. Hingga membuatnya tak bersemangat menjalani hari pertamanya sekolah minggu ini.

Beberapa detik kemudian, sampailah ia di ambang pintu kelas “CHEMISTRY” yang masih terbuka. Masih dengan bayang-bayang malam lalu, ia sapu pandangan ke seluruh penjuru kelas yang nampak ceria dengan senda-gurau di sana-sini. Hanya tersisa dua kursi kosong di depan. Kursi sama yang ia tempati minggu lalu. Bersama.. Bersama lelaki itu. Lelaki yang selalu terlintas dalam fikirannya beberapa jam terakhir ini. Oh, tidak. Ia terus terngiang akan lelaki itu. Selalu. Hingga saat ini. Hingga akhirnya ia mendapati kenyataan bahwa ia tak akan bertemu dengan lelaki itu hari ini. Bahkan mungkin esok dan esoknya lagi.

Gadis itu menghembuskan nafas besar. Sepertinya apapun cara yang ia lakukan tuk membuat masalah ini lebih ringan, tak berhasil semua. Malah kini, kepalanya terasa semakin pening memikirkan kerumitan masalah yang di hadapinya. Demi tuhan, ia benar-benar ingin lenyap saat itu juga.

Semilir angin musim gugur menerpa rambut ikalnya yang tergurai bebas. Hingga ia harus menyibak rambutnya menyelip di daun telinga agar membuat dirinya terlihat rapi. Lalu ia melangkahkan kaki ke meja paling depan dekat guru. Satu-satunya meja kosong di sana. Masih dengan suasana hati yang ikut memburuk, ia hempaskan tubuhnya lemas di atas kursi. Setelah ia amati, ternyata gadis itu sendiri. Ia duduk sendiri tanpa teman sebangku. Satu-satunya orang sendiri di sana. Sadar tak ada yang peduli, ia kulaikan kepalanya di atas meja menghadap jendela. Jujur, gadis bermanik hitam itu masih merasakan kepenatan yang amat sangat. Baik fisik maupun psikisnya.

Hari ini benar-benar hari yang buruk untuk gadis nusantara itu. Tubuhnya belum membaik, tantenya masih senewen, hubungannya dengan lelaki itupun ikut memburuk. Ditambah dengan ponselnya yang masih terjangkit virus ke-eror-an lantaran terbanting kemarin. Melengkapi kegalauan harinya karena akhirnya ia tak dapat berhubungan dengan siapapun. Terutama dengan lelaki pirang itu.

“Whoa! Lalak! Finally you come!” Terdengar suara familiar menyapa dirinya tepat saat gadis itu memejamkan mata besarnya. Suara seorang perempuan muda yang amat dikenalnya. Dan ya, ia merindukan si empunya suara tersebut. “Laak? What’s wrong with you? Don’t you miss me? What’s going on with your cellphone? I can’t call it..” Serentetan pertanyaan terlontar dari mulut mungil perempuan itu. Dengan suara cemprengnya, ia mengawali keceriaan pagi seseorang di sampingnya. Sadar tidak ada respon, perempuan itu berseru lagi.. “Laak? Uuh, c’mon! Why are you gloomy? Are you still sick? Are-” ucapnya sembari mengguncang pundak gadis di sebelahnya. Memaksa gadis itu untuk menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan padanya. Tapi tiba-tiba, kalimat perempuan itu terputus.

“Yeah, I’m still sick, Luce..” Jawab gadis itu sekenanya masih dengan mata terpejam.

“Then why are you here? Is it better to taking a rest at home?” Ucap seorang lelaki seraya menepuk-nepuk rambutnya lembut. Lelaki dengan suara.. Ya Tuhan, suara maskulin yang benar-benar dinantikannya. Seketika ia terperanjat. Kelopak matanya refleks terbuka. Sejurus kemudian ia tengadahkan kepalanya ke arah si empunya suara itu. Dan mendapati.. mendapati..

 

 

~ END OF THIS CHAPTER~

14 thoughts on “Cody Love Story – It’s More Than Love (13)

      1. hah ? masa kaak ? coba kakak reload ulaang.__.
        mwihihi. belajar kaak 😀 saya juga kok kak, nem kemaren paling rendah bahasa inggris ><
        kakak baca aja ceritaku yang lain. di page : fanfiction ! itu ada yg bahasa indo koook 😉 *promosi hahah*

  1. i love this cls! nice story sist,cant wait for the next part 😉
    pemilihan katanya bagus walau terlalu dramatis tapi keren kok 🙂 part selanjutnya jangan lama lama dong bikin penasaran keburu lupa ntar kalo lama hehehe 🙂

Leave a reply to ilalily Cancel reply